Jabarplus.id – Anggota Komisi 5 DPRD Provinsi Jawa Barat, Maulana Yusuf Erwinsyah menyoroti langkah Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar baru-baru ini.
Surat edaran tersebut, yakni mengenai percepatan penyerahan ijazah jenjang pendidikan SMA, SMK dan SLB tahun ajaran 2023/2024 atau sebelumnya.
Diketahui, surat edaran yang diterbitkan pada 23 Januari 2025 lalu itu, tak hanya ditujukan kepada kepala sekolah SMA/SMK negeri saja, namun juga ke seluruh sekolah swasta se-Jawa Barat.
“Menurut saya, kebijakan tersebut dianggap terburu-buru dan kurang melibatkan musyawarah publik,” katanya kepada Jabar Plus id, Senin (27/1).
Maulana mengaku, sangat menyayangkan adanya surat edaran yang dilakukan Disdik Jabar ke seluruh kepala sekolah tingkat SMA sederajat tersebut.
“Saya sangat menyayangkan adanya surat edaran ini karena minim musyawarah yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti sekolah, komite pendidikan, dan pihak lainnya,” bebernya.
Legislator Jawa Barat dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menerangkan, langkah yang dilakukan Disdik Jabar itu dinilai dapat menimbulkan kekhawatiran sekolah swasta.
*Menimbulkan Kekhawatiran Sekolah Swasta*
Menurut Maulana, kebijakan ini berpotensi menimbulkan kekhawatiran, khususnya bagi sekolah swasta karena banyak dari mereka bergantung pada pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) untuk operasional harian.
Oleh sebab itu, selama ini ijazah sering ditahan akibat adanya tunggakan atau ketentuan lain, seperti syarat akademik dan non-akademik, termasuk misalnya hafalan Al-Qur’an di beberapa sekolah swasta di bawah yayasan.
“Penahanan ijazah bukan semata-mata soal administrasi, tapi juga menyangkut tanggung jawab siswa dan orangtua,” terangnya.
Maulana menjelaskan, kebijakan ini harus mempertimbangkan berbagai aspek tersebut, agar tidak menimbulkan kebiasaan baru yang merugikan sekolah.
“Seperti lalainya orangtua murid lainnya di kemudian hari terhadap kewajibannya kepada sekolah (pembayaran), karena merasa di akhir masa sekolah akan ada bantuan penebusan ijazah,” jelasnya.
*Tanggung Jawab Pemerintah Masih Bias*
Maulana juga mempertanyakan sumber anggaran untuk mengatasi persoalan yang timbul akibat kebijakan Disdik Jabar tersebut.
Pasalnya, surat edaran itu hanya berisi instruksi kepada kepala sekolah dengan batas waktu tertentu, namun tanpa kejelasan mekanisme penyelesaiannya.
“Sekalipun pemerintah ingin membantu menyelesaikan tunggakan biaya sekolah, dari anggaran mana yang akan dialokasikan? Hal ini tentu memerlukan pembahasan yang lebih matang,” ujar Maulana.
Apalagi dengan jumlah sekolah SMA/ SMK swasta yang begitu banyak, sekitar 3.500 sekolah berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).
Maulana mengucapkan, kondisi tersebut memerlukan perhatian serius agar kebijakan pemerintah tidak membebani pihak sekolah swasta.
“Untuk itu, saya menyarankan agar Disdik Jabar membuka ruang dialog dengan berbagai pihak terkait, termasuk komisi 5 DRPD Provinsi Jawa Barat,” ucapnya.
Maulana berharap, sebelum Disdik Jabar melangkah lebih jauh terkait percepatan penyerahan ijazah jenjang SMA sederajat, maka perlunya membuka dialog untuk pemecahan solusi bersama.
“Pemerintah harus mulai membuka dialog mencari solusi terbaik dengan berbagai pihak, misalnya organisasi himpunan sekolah swasta,” imbuhnya.
“Sebab banyak sekolah-sekolah swasta yang merasa keberatan atas kebijakan ini sebelum pemerintah benar-benar bertanggung jawab menyelesaikan tunggakannya,” pungkas Maulana. (Bas)












